Di antara keluwesan ajaran Islam adalah adanya jalan keluar bagi
setiap kesulitan. Puasa Ramadhan merupakan kewajiban setiap muslim dan
muslimah, namun apabila ada kondisi tertentu yang membuat tidak mampu
berpuasa, Islam telah memberikan solusi untuk itu. Fidyah merupakan
salah satu contoh solusi tersebut.
Yang dimaksud dengan fidyah adalah memberikan makan kepada orang
miskin, karena tidak mengerjakan puasa disebabkan alasan yang dibenarkan
syari’at. Allah SWT telah berfirman:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin” (Al-Baqarah : 184).
Para ulama berpendapat, orang yang berkategori tidak mampu berpuasa
dan wajib membayar fidyah adalah (1) perempuan hamil (2) perempuan yang
sedang menyusui (3) orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu berpuasa
(4) orang sakit yang tidak bisa diharap kesembuhannya dan tidak mampu
berpuasa. Mereka mendapatkan keringanan (rukhshah) untuk tidak
melaksanakan ibadah puasa dan diganti dengan membayar fidyah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat, para penerbang atau pilot
diperbolehkan tidak berpuasa selama Ramadhan namun harus membayar fidyah
atau menggantinya di hari lain. “Penerbang atau pilot boleh
meninggalkan ibadah puasa Ramadhan sebagai rukhshah safar (keringanan
karenan bepergian),” demikian fatwa MUI yang dibacakan Wakil Sekretaris
Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni`am Sholeh dalam Musyawarah Nasional (Munas)
MUI ke VIII di Jakarta.
Penerbang yang berstatus musafir tetap (seseorang yang melakukan
perjalanan secara terus menerus) dapat mengganti puasa Ramadhan dengan
membayar denda atau fidyah. Sedangkan bagi penerbang yang berstatus
musafir tidak tetap atau melakukan perjalanan sewaktu-waktu saja tetap
harus membayar puasa di hari lain. Fatwa itu dikeluarkan oleh MUI
setelah adanya kasus sebuah maskapai penerbangan yang melarang pilotnya
berpuasa karena dinilai menurunkan kinerja.
Ibnu Abbas Ra berkata, “Ayat ini walaupun dimansukhkan, namun
hukumnya tetap untuk orang yang sangat tua, lelaki atau perempuan, yang
tidak mampu berpuasa, maka ia harus memberi makan seorang miskin setiap
harinya” (Riwayat Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ayat tersebut diberlakukan bagi wanita hamil dan yang sedang menyusui.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dari Hammad bin Salah dari Ayub dari
Nafi’ bahwa seorang perempuan Quraisy yang sedang hamil bertanya kepada
Ibnu Umar, tentang puasa. Ibnu Umar menjawab, “Berbukalah dan berilah
makan seorang miskin setiap harinya, dan tidak usah meng-qadha’nya.”
Ukuran Penunaian Fidyah
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran penunaian fidyah.
Pendapat pertama adalah satu mud bahan makanan untuk setiap hari yang
ditinggalkan. Ini merupakan pendapat madzhab Syafi’i, dan Maliki,
Thawus, Sa’id bin Jubair dan Al Awza’i.
Pendapat kedua adalah satu sha` sya’ir (jewawut), atau satu sha`
kurma, atau setengah sha` gandum. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi.
Sedangkan pendapat ketiga adalah satu mud kalau dari bahan gandum, kalau
dari bahan lain adalah setengah sha` atau dua mud. Ini adalah pendapat
madzhab Hanbali (Lihat: Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah).
Konversi ukuran-ukuran mud, sha’ dan liter adalah sebagai berikut: 1
sha` = 4 mudd, dan 1 mud = 0, 688 liter. Oleh karena itu, 1 sha` = 2,75
liter. Demikianlah perhitungan Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam kitab
Al-Fiqh Al-Islami dan Yusuf Al-Qardhawi dalam kitab Fiqh Az-Zakah.
Dari tiga pendapat tersebut, jika kita menggunakan beras, maka yang
paling ringan adalah ukuran madzhab Syafi’i dan Hanbali, yaitu satu mud
atau setara dengan 0,688 liter beras untuk setiap hari yang
ditinggalkan. Ukuran paling berat adalah madzhab Hanafi, yaitu setengah
sha’ beras, atau setara dengan 1,375 liter beras untuk setiap hari yang
ditinggalkan.
Bolehkah Fidyah Dibayar dengan Uang?
Tentang penunaian fidyah dengan uang, menjadi bahan perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Ini bukan hanya pembahasan tentang fidyah,
tapi juga pembahasan mengenai pembayaran zakat fitrah dan beberapa zakat
lain. Mayoritas ulama klasik tidak membolehkan pembayaran zakat fitrah
dan fidyah dalam bentuk uang. Sedangkan madzhab Hanafi membolehkan
pembayaran zakat dan fidyah dengan uang.
Bolehkah Memberi Fidyah Langsung kepada Fakir Miskin?
Salah satu cara pembayaran fidyah adalah dengan cara memberikan
langsung kepada fakir miskin. Cara ini dikenal berdasarkan riwayat dari
Ayyub bahwa Anas bin Malik Ra ketika sudah tua dan tidak mampu berpuasa,
beliau membayar fidyah dengan cara membuat satu nampan tsarid (roti
dicampur kuah), lalu beliau mengundang 30 orang fakir miskin untuk
menyantap hingga mengenyangkan. Anas mengundang 30 orang miskin untuk
satu kali makan di rumahnya, adalah pembayaran untuk 30 hari tidak
puasa. (Lihat : Sunan Ad-Daraquthni, no. 2415. Hadits ini sanadnya
shahih sampai kepada Anas. Lihat pula : Fathul Bari VII/180).
Cara Membayar Fidyah
Membayar fidyah boleh dilakukan dengan bertahap, boleh pula dilakukan
sekaligus. Yang dimaksud dengan bertahap adalah, membayarkan fidyah
setiap hari ketika meninggalkan puasa. Sedangkan sekaligus, maksudnya
adalah membayarkan fidyah di akhir Ramadhan atau setelah selesai puasa
Ramadhan.
Membayar fidyah boleh dilakukan ketika masih dalam bulan Ramadhan,
boleh juga dilakukan di luar Ramadhan. Ketika di luar Ramadhan,
pembayaran fidyah boleh dicicil boleh juga dibayarkan sekaligus.
Syarat terpenting untuk membayar fidyah adalah sudah terlalui atau terlewatinya hari yang ia tidak berpuasa padanya.
( Ust. Cahyadi Takariawan)