Sabtu, 29 Juni 2013

FIDYAH PUASA RAMADHAN 2013

Di antara keluwesan ajaran Islam adalah adanya jalan keluar bagi setiap kesulitan. Puasa Ramadhan merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah, namun apabila ada kondisi tertentu yang membuat tidak mampu berpuasa, Islam telah memberikan solusi untuk itu. Fidyah merupakan salah satu contoh solusi tersebut.
Yang dimaksud dengan fidyah adalah memberikan makan kepada orang miskin, karena tidak mengerjakan puasa disebabkan alasan yang dibenarkan syari’at. Allah SWT telah berfirman:
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (Al-Baqarah : 184).
Para ulama berpendapat, orang yang berkategori tidak mampu berpuasa dan wajib membayar fidyah adalah (1) perempuan hamil (2) perempuan yang sedang menyusui (3) orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu berpuasa (4) orang sakit yang tidak bisa diharap kesembuhannya dan tidak mampu berpuasa. Mereka mendapatkan keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan ibadah puasa dan diganti dengan membayar fidyah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat, para penerbang atau pilot diperbolehkan tidak berpuasa selama Ramadhan namun harus membayar fidyah atau menggantinya di hari lain. “Penerbang atau pilot boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan sebagai rukhshah safar (keringanan karenan bepergian),” demikian fatwa MUI yang dibacakan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni`am Sholeh dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke VIII di Jakarta.
Penerbang yang berstatus musafir tetap (seseorang yang melakukan perjalanan secara terus menerus) dapat mengganti puasa Ramadhan dengan membayar denda atau fidyah. Sedangkan bagi penerbang yang berstatus musafir tidak tetap atau melakukan perjalanan sewaktu-waktu saja tetap harus membayar puasa di hari lain. Fatwa itu dikeluarkan oleh MUI setelah adanya kasus sebuah maskapai penerbangan yang melarang pilotnya berpuasa karena dinilai menurunkan kinerja.
Ibnu Abbas Ra berkata, “Ayat ini walaupun dimansukhkan, namun hukumnya tetap untuk orang yang sangat tua, lelaki atau perempuan, yang tidak mampu berpuasa, maka ia harus memberi makan seorang miskin setiap harinya” (Riwayat Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ayat tersebut diberlakukan bagi wanita hamil dan yang sedang menyusui.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dari Hammad bin Salah dari Ayub dari Nafi’ bahwa seorang perempuan Quraisy yang sedang hamil bertanya kepada Ibnu Umar, tentang puasa. Ibnu Umar menjawab, “Berbukalah dan berilah makan seorang miskin setiap harinya, dan tidak usah meng-qadha’nya.”
Ukuran Penunaian Fidyah
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran penunaian fidyah. Pendapat pertama adalah satu mud bahan makanan untuk setiap hari yang ditinggalkan. Ini merupakan pendapat madzhab Syafi’i, dan Maliki, Thawus, Sa’id bin Jubair dan Al Awza’i.
Pendapat kedua adalah satu sha` sya’ir (jewawut), atau satu sha` kurma, atau setengah sha` gandum. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi. Sedangkan pendapat ketiga adalah satu mud kalau dari bahan gandum, kalau dari bahan lain adalah setengah sha` atau dua mud. Ini adalah pendapat madzhab Hanbali (Lihat: Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah).
Konversi ukuran-ukuran mud, sha’ dan liter adalah sebagai berikut: 1 sha` = 4 mudd, dan 1 mud = 0, 688 liter. Oleh karena itu, 1 sha` = 2,75 liter. Demikianlah perhitungan Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami dan Yusuf Al-Qardhawi dalam kitab Fiqh Az-Zakah.
Dari tiga pendapat tersebut, jika kita menggunakan beras, maka yang paling ringan adalah ukuran madzhab Syafi’i dan Hanbali, yaitu satu mud atau setara dengan 0,688 liter beras untuk setiap hari yang ditinggalkan. Ukuran paling berat adalah madzhab Hanafi, yaitu setengah sha’ beras, atau setara dengan 1,375 liter beras untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Bolehkah Fidyah Dibayar dengan Uang?
Tentang penunaian fidyah dengan uang, menjadi bahan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ini bukan hanya pembahasan tentang fidyah, tapi juga pembahasan mengenai pembayaran zakat fitrah dan beberapa zakat lain. Mayoritas ulama klasik tidak membolehkan pembayaran zakat fitrah dan fidyah dalam bentuk uang. Sedangkan madzhab Hanafi membolehkan pembayaran zakat dan fidyah dengan uang.
Bolehkah Memberi Fidyah Langsung kepada Fakir Miskin?
Salah satu cara pembayaran fidyah adalah dengan cara memberikan langsung kepada fakir miskin. Cara ini dikenal berdasarkan riwayat dari Ayyub bahwa Anas bin Malik Ra ketika sudah tua dan tidak mampu berpuasa, beliau membayar fidyah dengan cara membuat satu nampan tsarid (roti dicampur kuah), lalu beliau mengundang 30 orang fakir miskin untuk menyantap hingga mengenyangkan. Anas mengundang 30 orang miskin untuk satu kali makan di rumahnya, adalah pembayaran untuk 30 hari tidak puasa. (Lihat : Sunan Ad-Daraquthni, no. 2415. Hadits ini sanadnya shahih sampai kepada Anas. Lihat pula : Fathul Bari VII/180).
Cara Membayar Fidyah
Membayar fidyah boleh dilakukan dengan bertahap, boleh pula dilakukan sekaligus. Yang dimaksud dengan bertahap adalah, membayarkan fidyah setiap hari ketika meninggalkan puasa. Sedangkan sekaligus, maksudnya adalah membayarkan fidyah di akhir Ramadhan atau setelah selesai puasa Ramadhan.
Membayar fidyah boleh dilakukan ketika masih dalam bulan Ramadhan, boleh juga dilakukan di luar Ramadhan. Ketika di luar Ramadhan, pembayaran fidyah boleh dicicil boleh juga dibayarkan sekaligus.
Syarat terpenting untuk membayar fidyah adalah sudah terlalui atau terlewatinya hari yang ia tidak berpuasa padanya.

( Ust. Cahyadi Takariawan)