PKS Ciriung ( Cibinong - Kab Bogor)
(Ciriung Sebuah desa di Kec.Cibinong Bogor) BERKONTRIBUSI UNTUK KEBAIKAN DAN PERBAIKAN BANGSA DAN MASYARAKATNYA
Rabu, 10 Juli 2013
CATAT WAHAI SEJARAH !!!!! by Dr Aidh Alqarni
Catat Wahai Sejarah !
Militer membiarkan Mubarak selama 18 hari sejak ratusan oposan tewas berjatuhan,
Tetapi mereka hanya memberi waktu 48 jam saja kepada Mursi pasca tewasnya puluhan pendukung.
Catat Wahai Sejarah !
Kantor Kerajaan Saudi tidak berkomentar terhadap revolusi Januari hingga kini,
Tetapi dia paling dulu memberi ucapan selamat sejenak setelah pengumuman Kudeta Juni
Catat Wahai Sejarah !
Emirat membekukan hubungan dengan Mesir setelah kejatuhan Mubarak,
Tetapi dia serta merta menggelontorkan bantuan bensin, solar, dan bantuan makanan setelah kejatuhan Mursi
Catat Wahai Sejarah !
Mubarak dan aparatnya bebas merdeka berbulan-bulan setelah revolusi Januari sebelum akhirnya mereka dipenjarakan,
Tetapi Mursi dan aparat pembantunya langsung ditahan, justru sebelum kudeta diumumkan
Catat Wahai Sejarah !
Kita biarkan beberapa bulan sejak 25 Januari, kita menuntut kejatuhan pemerintah setelah kejatuhan simbol -simbolnya,
Tetapi sekarang kita tidak menemukan simbol apapun untuk dijatuhkan setelah Mursi
Catat Wahai Sejarah !
Kepolisian yang bersih menarik diri setelah kejatuhan Mubarak
Tetapi mereka mendadak garang setelah kejatuhan Mursi
Catat Wahai Sejarah !
Militer tidak mampu mengamankan negara selama kurun 2,5 tahun pasca Mubarak
Tetapi mereka mampu mengamankan negara dalam tempo 2,5 jam pasca Mursi
Catat Wahai Sejarah !
Syekh Al-Azhar menolak keluar mejadi hakim pada peristiwa 25 Januari,
Tetapi dia mendukung pencopotan Mursi pada 30 Juni untuk menjaga perdamaian umum
Catat Wahai Sejarah !
Uskup melarang umat Kristiani turun pada 25 Januari,
Tetapi dia terlibat dalam pengumuman kudeta 30 Juni
Catat Wahai Sejarah !
TV Mesir menjawab di atas jembatan Qasr al-Nil, dan mendistorsi para pemberontak pada 25 Januari,
Tetapi mereka menyiarkan langsung Tahrir Square pada 30 Juni
Catat Wahai Sejarah !
Para artis dan seniman seronok menyuarakan duka tangis atas Mubarak pada 25 Januari,
Tetapi mereka justru berpesta pora gembira atas Mursi pada 30 Juni
Catat Wahai Sejarah !
Sisa-sisa demonstran tidak bisa masuk ke Tahrir Square pada 25 Januari melalui Camel Back
Tetapi mereka dengan luluasa memasukinya pada 30 Juni
Catat Wahai Sejarah !
Saya menuliskan ini dalam keadaan frustasi,
Suatu hari nanti saya kembali menulis dalam keadaan gembira
Saya mengundang Anda untuk menyempurnakan paragraf “Catat Wahai Sejarah !”
Sabtu, 29 Juni 2013
FIDYAH PUASA RAMADHAN 2013
Di antara keluwesan ajaran Islam adalah adanya jalan keluar bagi
setiap kesulitan. Puasa Ramadhan merupakan kewajiban setiap muslim dan
muslimah, namun apabila ada kondisi tertentu yang membuat tidak mampu
berpuasa, Islam telah memberikan solusi untuk itu. Fidyah merupakan
salah satu contoh solusi tersebut.
Yang dimaksud dengan fidyah adalah memberikan makan kepada orang miskin, karena tidak mengerjakan puasa disebabkan alasan yang dibenarkan syari’at. Allah SWT telah berfirman:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (Al-Baqarah : 184).
Para ulama berpendapat, orang yang berkategori tidak mampu berpuasa dan wajib membayar fidyah adalah (1) perempuan hamil (2) perempuan yang sedang menyusui (3) orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu berpuasa (4) orang sakit yang tidak bisa diharap kesembuhannya dan tidak mampu berpuasa. Mereka mendapatkan keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan ibadah puasa dan diganti dengan membayar fidyah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat, para penerbang atau pilot diperbolehkan tidak berpuasa selama Ramadhan namun harus membayar fidyah atau menggantinya di hari lain. “Penerbang atau pilot boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan sebagai rukhshah safar (keringanan karenan bepergian),” demikian fatwa MUI yang dibacakan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni`am Sholeh dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke VIII di Jakarta.
Penerbang yang berstatus musafir tetap (seseorang yang melakukan perjalanan secara terus menerus) dapat mengganti puasa Ramadhan dengan membayar denda atau fidyah. Sedangkan bagi penerbang yang berstatus musafir tidak tetap atau melakukan perjalanan sewaktu-waktu saja tetap harus membayar puasa di hari lain. Fatwa itu dikeluarkan oleh MUI setelah adanya kasus sebuah maskapai penerbangan yang melarang pilotnya berpuasa karena dinilai menurunkan kinerja.
Ibnu Abbas Ra berkata, “Ayat ini walaupun dimansukhkan, namun hukumnya tetap untuk orang yang sangat tua, lelaki atau perempuan, yang tidak mampu berpuasa, maka ia harus memberi makan seorang miskin setiap harinya” (Riwayat Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ayat tersebut diberlakukan bagi wanita hamil dan yang sedang menyusui.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dari Hammad bin Salah dari Ayub dari Nafi’ bahwa seorang perempuan Quraisy yang sedang hamil bertanya kepada Ibnu Umar, tentang puasa. Ibnu Umar menjawab, “Berbukalah dan berilah makan seorang miskin setiap harinya, dan tidak usah meng-qadha’nya.”
Ukuran Penunaian Fidyah
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran penunaian fidyah. Pendapat pertama adalah satu mud bahan makanan untuk setiap hari yang ditinggalkan. Ini merupakan pendapat madzhab Syafi’i, dan Maliki, Thawus, Sa’id bin Jubair dan Al Awza’i.
Pendapat kedua adalah satu sha` sya’ir (jewawut), atau satu sha` kurma, atau setengah sha` gandum. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi. Sedangkan pendapat ketiga adalah satu mud kalau dari bahan gandum, kalau dari bahan lain adalah setengah sha` atau dua mud. Ini adalah pendapat madzhab Hanbali (Lihat: Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah).
Konversi ukuran-ukuran mud, sha’ dan liter adalah sebagai berikut: 1 sha` = 4 mudd, dan 1 mud = 0, 688 liter. Oleh karena itu, 1 sha` = 2,75 liter. Demikianlah perhitungan Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami dan Yusuf Al-Qardhawi dalam kitab Fiqh Az-Zakah.
Dari tiga pendapat tersebut, jika kita menggunakan beras, maka yang paling ringan adalah ukuran madzhab Syafi’i dan Hanbali, yaitu satu mud atau setara dengan 0,688 liter beras untuk setiap hari yang ditinggalkan. Ukuran paling berat adalah madzhab Hanafi, yaitu setengah sha’ beras, atau setara dengan 1,375 liter beras untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Bolehkah Fidyah Dibayar dengan Uang?
Tentang penunaian fidyah dengan uang, menjadi bahan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ini bukan hanya pembahasan tentang fidyah, tapi juga pembahasan mengenai pembayaran zakat fitrah dan beberapa zakat lain. Mayoritas ulama klasik tidak membolehkan pembayaran zakat fitrah dan fidyah dalam bentuk uang. Sedangkan madzhab Hanafi membolehkan pembayaran zakat dan fidyah dengan uang.
Bolehkah Memberi Fidyah Langsung kepada Fakir Miskin?
Salah satu cara pembayaran fidyah adalah dengan cara memberikan langsung kepada fakir miskin. Cara ini dikenal berdasarkan riwayat dari Ayyub bahwa Anas bin Malik Ra ketika sudah tua dan tidak mampu berpuasa, beliau membayar fidyah dengan cara membuat satu nampan tsarid (roti dicampur kuah), lalu beliau mengundang 30 orang fakir miskin untuk menyantap hingga mengenyangkan. Anas mengundang 30 orang miskin untuk satu kali makan di rumahnya, adalah pembayaran untuk 30 hari tidak puasa. (Lihat : Sunan Ad-Daraquthni, no. 2415. Hadits ini sanadnya shahih sampai kepada Anas. Lihat pula : Fathul Bari VII/180).
Cara Membayar Fidyah
Membayar fidyah boleh dilakukan dengan bertahap, boleh pula dilakukan sekaligus. Yang dimaksud dengan bertahap adalah, membayarkan fidyah setiap hari ketika meninggalkan puasa. Sedangkan sekaligus, maksudnya adalah membayarkan fidyah di akhir Ramadhan atau setelah selesai puasa Ramadhan.
Membayar fidyah boleh dilakukan ketika masih dalam bulan Ramadhan, boleh juga dilakukan di luar Ramadhan. Ketika di luar Ramadhan, pembayaran fidyah boleh dicicil boleh juga dibayarkan sekaligus.
Syarat terpenting untuk membayar fidyah adalah sudah terlalui atau terlewatinya hari yang ia tidak berpuasa padanya.
( Ust. Cahyadi Takariawan)
Yang dimaksud dengan fidyah adalah memberikan makan kepada orang miskin, karena tidak mengerjakan puasa disebabkan alasan yang dibenarkan syari’at. Allah SWT telah berfirman:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (Al-Baqarah : 184).
Para ulama berpendapat, orang yang berkategori tidak mampu berpuasa dan wajib membayar fidyah adalah (1) perempuan hamil (2) perempuan yang sedang menyusui (3) orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu berpuasa (4) orang sakit yang tidak bisa diharap kesembuhannya dan tidak mampu berpuasa. Mereka mendapatkan keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan ibadah puasa dan diganti dengan membayar fidyah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat, para penerbang atau pilot diperbolehkan tidak berpuasa selama Ramadhan namun harus membayar fidyah atau menggantinya di hari lain. “Penerbang atau pilot boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan sebagai rukhshah safar (keringanan karenan bepergian),” demikian fatwa MUI yang dibacakan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni`am Sholeh dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke VIII di Jakarta.
Penerbang yang berstatus musafir tetap (seseorang yang melakukan perjalanan secara terus menerus) dapat mengganti puasa Ramadhan dengan membayar denda atau fidyah. Sedangkan bagi penerbang yang berstatus musafir tidak tetap atau melakukan perjalanan sewaktu-waktu saja tetap harus membayar puasa di hari lain. Fatwa itu dikeluarkan oleh MUI setelah adanya kasus sebuah maskapai penerbangan yang melarang pilotnya berpuasa karena dinilai menurunkan kinerja.
Ibnu Abbas Ra berkata, “Ayat ini walaupun dimansukhkan, namun hukumnya tetap untuk orang yang sangat tua, lelaki atau perempuan, yang tidak mampu berpuasa, maka ia harus memberi makan seorang miskin setiap harinya” (Riwayat Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ayat tersebut diberlakukan bagi wanita hamil dan yang sedang menyusui.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dari Hammad bin Salah dari Ayub dari Nafi’ bahwa seorang perempuan Quraisy yang sedang hamil bertanya kepada Ibnu Umar, tentang puasa. Ibnu Umar menjawab, “Berbukalah dan berilah makan seorang miskin setiap harinya, dan tidak usah meng-qadha’nya.”
Ukuran Penunaian Fidyah
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran penunaian fidyah. Pendapat pertama adalah satu mud bahan makanan untuk setiap hari yang ditinggalkan. Ini merupakan pendapat madzhab Syafi’i, dan Maliki, Thawus, Sa’id bin Jubair dan Al Awza’i.
Pendapat kedua adalah satu sha` sya’ir (jewawut), atau satu sha` kurma, atau setengah sha` gandum. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi. Sedangkan pendapat ketiga adalah satu mud kalau dari bahan gandum, kalau dari bahan lain adalah setengah sha` atau dua mud. Ini adalah pendapat madzhab Hanbali (Lihat: Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah).
Konversi ukuran-ukuran mud, sha’ dan liter adalah sebagai berikut: 1 sha` = 4 mudd, dan 1 mud = 0, 688 liter. Oleh karena itu, 1 sha` = 2,75 liter. Demikianlah perhitungan Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami dan Yusuf Al-Qardhawi dalam kitab Fiqh Az-Zakah.
Dari tiga pendapat tersebut, jika kita menggunakan beras, maka yang paling ringan adalah ukuran madzhab Syafi’i dan Hanbali, yaitu satu mud atau setara dengan 0,688 liter beras untuk setiap hari yang ditinggalkan. Ukuran paling berat adalah madzhab Hanafi, yaitu setengah sha’ beras, atau setara dengan 1,375 liter beras untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Bolehkah Fidyah Dibayar dengan Uang?
Tentang penunaian fidyah dengan uang, menjadi bahan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ini bukan hanya pembahasan tentang fidyah, tapi juga pembahasan mengenai pembayaran zakat fitrah dan beberapa zakat lain. Mayoritas ulama klasik tidak membolehkan pembayaran zakat fitrah dan fidyah dalam bentuk uang. Sedangkan madzhab Hanafi membolehkan pembayaran zakat dan fidyah dengan uang.
Bolehkah Memberi Fidyah Langsung kepada Fakir Miskin?
Salah satu cara pembayaran fidyah adalah dengan cara memberikan langsung kepada fakir miskin. Cara ini dikenal berdasarkan riwayat dari Ayyub bahwa Anas bin Malik Ra ketika sudah tua dan tidak mampu berpuasa, beliau membayar fidyah dengan cara membuat satu nampan tsarid (roti dicampur kuah), lalu beliau mengundang 30 orang fakir miskin untuk menyantap hingga mengenyangkan. Anas mengundang 30 orang miskin untuk satu kali makan di rumahnya, adalah pembayaran untuk 30 hari tidak puasa. (Lihat : Sunan Ad-Daraquthni, no. 2415. Hadits ini sanadnya shahih sampai kepada Anas. Lihat pula : Fathul Bari VII/180).
Cara Membayar Fidyah
Membayar fidyah boleh dilakukan dengan bertahap, boleh pula dilakukan sekaligus. Yang dimaksud dengan bertahap adalah, membayarkan fidyah setiap hari ketika meninggalkan puasa. Sedangkan sekaligus, maksudnya adalah membayarkan fidyah di akhir Ramadhan atau setelah selesai puasa Ramadhan.
Membayar fidyah boleh dilakukan ketika masih dalam bulan Ramadhan, boleh juga dilakukan di luar Ramadhan. Ketika di luar Ramadhan, pembayaran fidyah boleh dicicil boleh juga dibayarkan sekaligus.
Syarat terpenting untuk membayar fidyah adalah sudah terlalui atau terlewatinya hari yang ia tidak berpuasa padanya.
( Ust. Cahyadi Takariawan)
Jumat, 31 Mei 2013
KARENA UKURAN KITA TAK SAMA
Oleh Salim A. Fillah
"seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan
kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi"
Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.
Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,
“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”
Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.
”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,
“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”
Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.
”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.
“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.
”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”
“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“
“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”
Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,
”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”
‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.
‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani
Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum
mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawab &
ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas
kepemimpinannya.
‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.
Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.
Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.
“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”
Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.
Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.
Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.
“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”
“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”
Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.
Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.
Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.
Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.
Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.
Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.
Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.
Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”
sepenuh cinta,
Salim A. Fillah
"seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan
kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi"
Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.
Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,
“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”
Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.
”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,
“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”
Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.
”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.
“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.
”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”
“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“
“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”
Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,
”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”
‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.
‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.
Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.
Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.
“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”
Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.
Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.
Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.
“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”
“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”
Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.
Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.
Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.
Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.
Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.
Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.
Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.
Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”
sepenuh cinta,
Salim A. Fillah
Minggu, 12 Mei 2013
Bekerja Sepenuh Cinta
Inna sukuuta al-aqwiyaa laisa dha'fun.
Innamaa huwa furshatun lid-dhu'afaa an yatakallamuu qabla an yasmuthuu lil-abad
(Diamnya orang- orang yang kuat, bukan mencerminkan kelemahan.
Namun ia memberikan kesempatan kepada orang-orang lemah untuk puas hati berbicara, sebelum mereka dibungkam dan diam selamanya)
Innamaa huwa furshatun lid-dhu'afaa an yatakallamuu qabla an yasmuthuu lil-abad
(Diamnya orang- orang yang kuat, bukan mencerminkan kelemahan.
Namun ia memberikan kesempatan kepada orang-orang lemah untuk puas hati berbicara, sebelum mereka dibungkam dan diam selamanya)
Kamis, 09 Mei 2013
"Hormati Proses Hukum, Kader PKS Hanya Minta Keadilan" | kultwit @tifsembiring
- Assalamu'alaikum wrwb, selamat malam tweeps sekalian. Semoga selalu dlm sehat dan semangat. Amien. Sy akan kultwit..☺ #HormatiProsesHukum
- Pertama mengenai salah paham proses penyitaan mobil di DPP PKS oleh petugas KPK. Menurut sekuriti gedung petugas KPK tiba pkl 22.00 malam.
- T api menurut keterangan Johan Budi KPK tiba pukul 20.00 senin malam 6/5/2013. Jadi ada perbedaan 2 jam...
- Menurut SG (sekuriti gedung) petugas tidak membawa surat penyitaan dan tdk jelas brp mobil dan mobil yg mana yg akan disita.
- Ketika ditanyakan, petugas KPK menjawab "surat itu nanti saja, bisa menyusul". Menurut Johan Budi, petugas KPK membawa surat penyitaan.
- Menurut SG, petugas KPK berucap "Gedung PKS inipun bisa kami sita". Mrk bersitegang SG tdk mau melepaskan mobil2 tsb. Lalu mobil disegel.
- Pagi selasa 7/5 sy dpt info dr teman2, sy dalami. Berita2 ramai dg judul "PKS halangi penyitaan mobil2 milik LHI".
- Info teman2 di DPP PKS mobil yg mau dibawa 6, pdhl mobil LHI hanya 1 dan 1 lagi kend operasional DPP. 3 lg mlk kader.
- Sy kontak Pak Johan Budi. Lalu sy kontak DPP PKS. Pernyataan AlMuzammil Yusuf-DPP, "Silakan sita mobil2 tsb, tapi buat berita acaranya".
- Kesimpulan: Silakan disita mobil2 di gdg PKS yg diduga ada kaitan dg kasus LHI, tapi harus sesuai prosedur hukum.
- Kedua ttg Ahmad Fathanah (AF) yg memang jadi biang masalah yg mencoreng nama PKS. AF bukan kader, bukan pengurus PKS.
- AF berteman dg Pak Luthfi Hasan Ishaq (LHI) sjk dulu. AF pernah masuk penjara th 2005, terbukti wanprestasi voucher dan palsukan ttd LHI.
- Info lain yg perlu diklarifikasi AF pernah di hukum di Thailand dan Australia. Stlh bebas AF kembali merapat kpd LHI.
- AF memanfaatkan kedekatan dg LHI, diduga menjual nama LHI u/ dapatkan fee dan proyek2 u/ kepentingan pribadi.
- Kaitan AF dg bbrp wanita, itu adalah tanggung jawab pribadi AF. Diluar pengetahuan pengurus PKS. Dia bukan kader PKS.
- Pernyataan isteri AF bu Septi, bhw AF bukan kader PKS. Ayu Azhari: AF menjanjikan kerjaan show. Vitalia: AF kasih mobil dan berlian.
- Dan wanita2 lain, terkait AF yg tidak ada hubungannya dg PKS. Kutipan media yg meng-ulang2 kata AF, LHI, Wanita2, terkesan satu kesatuan.
- Kesimpulan: AF bukan kader PKS, memanfaatkan LHI. Minta uang kpd Laguna, u/ kepentingan pribadi. Yg tertangkap tangan adlh AF bukan LHI.
- Jadi uang rp 1 Milyar itu tidak sampai ke LHI, disita KPK dr AF. Sy pernah komentar:"Kasus LHI bukan penyuapan, tp percobaan penyuapan".
- Ketiga, kasus LHI dan saksi2: LHI ditahan dr DPP PKS sehari setelah AF ditangkap. KPK menyangka bhw uang dr AF akan diberikan kpd LHI.
- KPK menyangka bhw LHI menggunakan pengaruhnya di Kementan untuk dapatkan tambahan kuota import daging sapi.
- KPK menyangka LHI melalukan pencucian uang. Pengacara LHI, Pak Assegaf bertanya:"Pencucian uang yg mana? Wong uangnya blm diterima!"
- Cacian thdp PKS merajalela, gambar2 kartun di socmed menyerang PKS. Sejumlah saksi2 dipanggil, isu seksi bagi media.
- Hadir: Mentan Suswono, Dirjen, mantan dirjen, Ridwan ptra KH Hilmi, Sekjen PKS, Bendum PKS, Jazuli, isteri LHI. Besok KH Hilmi Aminuddin.
- Hari senin 13/5 rencananya Presiden PKS Anis Matta. Adiknya Saldi Matta sudah. Tidak tahu siapa lg yg akan menyusul.
- Wajar kader2 dan pengurus PKS bertanya ttg keadilan hukum. Ada kasus sebesar rp 1,3 Trilyun (rp 1.300 milyar) 2thn baru jadi tersangka..
- Dan ybs tidak ditahan. Tapi LHI kasusnya rp 1 Milyar, uang belum diterima. Langsung ditahan, digelandang malam2 dari kantor DPP PKS?
- Semua orang sama posisinya dihadapan hukum, hanya kader2 bertanya, mengapa ada perlakuan yang berbeda.
- Soal orang2 yg dipanggil KPK, orang awam kadang sulit membedakan mana tersangka mana saksi. Ada yg tanya apakah AF presiden PKS?..☺
- PKS masih me-nunggu2 apa tuduhan thd LHI. Siapa sebenarnya yg salah. Semoga keadilan tetap tegak di negeri ini ...
- Sebagai partai dakwah, kami tetap meng-islah bangsa ini, PKS akan terus berjuang demi kebaikan dan kejayaan Indonesia. Tak peduli cacian.
- Setiap perjuangan pasti ada rintangan dan cobaannya. Insya Allah kader2 PKS tetap tegar. Hingga mencapai "Kalimatullah hiyal 'ulya".
- Kita harus tetap #HormatiProsesHukum dinegeri yang kita cintai ini. Terimakasih atas kesabaran tweeps budiman tlh mengikuti kultwit ini.
Rabu, 08 Mei 2013
Praktek Penerapan Fiqih Muwazanah, Fiqih Ikhtilaf, Fiqih Ma'alat dalam Da'wah
Syekh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak, adalah ulama sepuh di Arab Saudi yang sangat disegani. Beliau mengeluarkan fatwa terkait dengan referendum UU Mesir yg menimbulkan polemik di kalangan Islamiyyin Mesir, antara yg pro dan kontra dalam hal partisipasi memberikan suara di dalamnya... Cukup menarik cara beliau melihat sudut pandangnya. Fatwa yg sarat dengan pandangan utuh tengan fiqih siyasi dalam kontek kekinian... silakan dibaca... [Abdullah Haidir]
Musyafa AR: "Praktek penerapan: 1. FIQIH MUWAZANAH 2. FIQIH IKHTILAF 3. FIQIH MA-ALAT. Mumtaz (excellent)"
حكم التصويت للدستور المصري
Hukum memberikan Suara dalam Referendum UUD Mesir
[diterjemahkan oleh: ust Hatta Syamsuddin]
Segala puji hanyalah bagi ALLah, sholawat dan salam atas hamba dan
Rasul-Nya Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Amma bakd
Telah sampai kepadaku terjadinya perbedaaan pendapat di antara saudara
kami para Ahli Sunnah di Mesir seputar permasalahan pemberian suara
dalam Referendum UUD Mesir. Perbedaan diantara mereka adalah seputar
hukumnya : apakah haram, boleh atau bahkan wajib. Sebagaimana diketahui
bahwa setiap mereka memiliki hujjah dan dalil untuk menguatkan
pendapatnya. Dan saya telah mengkaji dalil dan hujjah mereka, dan
sepanjang yang saya dapati cara beristidlal (berhujjah dengan dalil)
sama-sama kuat yang mungkin membuat bingung mereka yang mengkajinya.
Dan awal timbulnya perbedaan dalam hal ini adalah disebabkan:
1. Adanya dalam UUD ini “pasal kekufuran” yang semua saudara kita tidak
berbeda pendapat seputar kebatilannya, serta haramnya menaruh pasal
tersebut dalam kondisi sukarela tanpa paksaan.
2. Adanya dalam UUD ini pasal kebaikan yang akan mendekatkan penegakan
hukum syariah. Pasal inilah yang membuat kaum oposisi tidak rela adanya
penegakan syariah melalui UUD ini.
Yang tergambar bagiku setelah mengkaji beragam paradigma dan cara
berpikir saudara-saudara kami ahli Sunnah, bahwa hukum pemberian suara
untuk mendukung UUD ini jika tidaklah wajib maka boleh (jaiz). Dan hal
tersebut sama sekali tidak termasuk dalam kategori mengakui dan
meridhoi kekufuran. Hal ini tidak lebih dari bab menolak keburukan yang
lebih berbahaya dari keburukan yang ada, serta memilih hal yang dianggap
lebih ringan kerusakannya (akhoffu dororain).
Dan tidak ada lagi dihadapan kaum muslimin yang akan memberikan suara
kecuali hal ini, atau justru hal yang lebih buruk lagi. Dan bukanlah
bagian dari hikmah (kebajikan), baik secara logika maupun syar’i ,
ketika kita meninggalkan sebuah urusan (referendum), yang hal ini akan
memberikan kesempatan bagi golongan batil yang terdiri dari kaum kafir
dan munafiq untuk mewujudkan keinginan mereka.
Tidak ragu lagi bahwa mereka yang bersemangat untuk menegakkan syariah –
yang memang menjadi komitmen setiap yg beriman kepada Allah dan
RasulNya – meskipun mereka berbeda pendapat dalam urusan referendum ini,
sesungguhnya mereka adalah para mujtahidun sehingga urusan
mereka seputar antara mendapatkan satu atau dua pahala. Tetapi (yang
lebih penting lagi) adalah wajib bagi mereka bersungguh-sungguh untuk
menyatukan barisan kaum muslimin dihadapan musuh yang tidak menginginkan
Islam tegak di negeri mereka.
Dan aku tidak melihat ada perbedaan signifikan antara pemilihan Presiden
dengan referendum UUD ini. Sesungguhnya setiap yang berakal dan
memahami realita mengetahui sepenuhnya bahwa presiden muslim yang
terpilih ini, tidak mampu menegakkan syariah secara dominan, apalagi
mewujudkan penegakan syariah sepenuhnya sebagaimana yang diinginkan
mereka kaum muslimun yang sholih dan ikhlas. Hal ini disebabkan karena
ada kekuatan dan simbol-simbol kebatilan yang telah menguasai negeri
ini, begitu pula disebabkan karena kondisi masyarakat internasional yang
dikelola PBB yang disetiri oleh Amerika.
Presiden Mesir yang terpilih saat ini – semoga Allah SWT senantiasa
menjaganya dan memberikan taufik-, ia tidak memiliki pendukung di tengah
masyarakat internasional, maka dukung dan bantulah ia agar mampu
menegakkan syariah sesuai dengan kemampuannya, dan loloskanlah UUD ini
yang Presiden saat ini –dengan keterbatasannya- belum bisa membuat yang
lebih baik dari yang ada.
Dan engkau sekalian sama-sama mengetahui, bahwa meninggalkan pemberian
suara dalam referendum UUD ini, akan memudahkan musuh baik dari dalam
maupun luar, dan hal inilah yang selalu dinanti-nantikan mereka dari
kalian. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan antara
kalian (kaum muslimin).
Sudah sama dipahami bahwa tidak ada seorangpun dari kalian meridhoi atas
pasal-pasal di UUD ini yang bertentangan dengan syariah, akan tetapi
meloloskan UUD ini (menang dlm Referendum -ed) adalah sebuah hal yang teramat mendesak (dhorurot), untuk menghindari kondisi yang lebih buruk lagi.
Seandainya seorang dari kalian diminta memilih siapa yang akan
memerintah negeri diantara Komunis atau Nashrani, maka secara syar’i dan
logika pasti akan memutuskan untuk memilih yang paling ringan keburukan
dan permusuhannya terhadap kaum muslimin.
Sebuah hal yang sama dipahami, bahwa sebuah kewajiban yang tidak mampu
untuk dikerjakan (karena kondisi dan situasi tertentu), pada dasarnya
hukumnya bukan lagi wajib.
Dan kaum muslimin sepenuhnya bersama kalian dengan hati-hati mereka dan
kesungguhan mereka. Maka janganlah perbedaan diantara kalian menjadi
sebab terhapusnya impian mereka. Aku memohon kepada Allah agar Ia
mengilhamkan kepadamu petunjuk, dan menyatukan hati-hati kalian.
Dan jika memang ditakdirkan masih tersisa perbedaan diantara kalian,
maka wajib berhati-hati jangan sampai memperlambat/menghalangi
orang-orang yang akan memberikan suara, dan juga berhati-hati jangan
sampai ada saling menyerang, mengkafirkan, mencap sebagai pengkhianat,
dan mengolok-olok yang lain. Karena tidaklah hal berdosa sebuah
perbedaan antara mujtahid, tetapi dosa ada pada permusuhan dan
pembangkangan. Semoga Allah SWT melindungi kalian dari hal yang
demikian, serta memperbaiki hati dan niat kalian, meluruskan pikiran
kalian, dan memenangkan agama-Nya melalui diri kalian.
sumber: pkspiyungan.com
وصلى الله وسلم على عبده ورسوله محمد وآله وصحبه
Cabut Izin Perusahaan yang Anti Serikat Pekerja!
JAKARTA
- Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) mendesak agar pemerintah
berani mencabut izin perusahaan yang terbukti anti kepada serikat
pekerja. Hal itu ditegaskan mengingat masih adanya aktivisi buruh dalam
serikat pekerja yang mengalami intimidasi dan kriminalisasi serta upaya
memberangus serikat pekerja.
Presiden KSPI dan Presidium MPB, Said Iqbal, mengatakan saat ini dua pimpinan buruh terancam mendekam di tahanan karena berjuang demi kesejahteraan anggotanya. Dua orang tersebut, katanya, adalah Edi Iriawadi Ketua SP Indocement yang juga Ketua Forum Buruh Bogor Bersatu (FB3), serta Pujianto Ketua FSPMI dan Koordinator MPBI Jawa Timur.
"Kasus yang dialami Edi Iriawadi adalah upaya pelemahan dan pemberangusan gerakan serikat pekerja di Indocement, di mana kasus ini berawal dari keberhasilan Edi Iriawadi memperjuangkan kenaikan upah sebesar 150% pada tahun 2011, yang biasanya hanya naik 8%," ungkapnya di Jakarta, Rabu (5/12).
Dia menambahkan, manajemen diduga membuat skenario konflik serikat pekerja dengan sekelompok preman, di mana pada tanggal 7 September 2012, sekelompok preman tersebut melakukan penyerangan ke sekretariat serikat pekerja yang berada di dalam area perusahaan.
Anehnya, kata Said, Manajemen Indocement terkesan membiarkan penyerangan itu. "Pada akhirnya karena merasa tidak aman, sebagian karyawan Indocement berkumpul dan menghadang penyerangan. Upaya perlawanan dari pihak karyawan atau anggota Serikat Pekerja Indocement dengan meninggalkan pekerjaan, dianggap sebagai "perbuatan tidak menyenangkan" yang dilaporkan ke Polda Jawa Barat," urainya sembari menambahkan, saat ini, Edi Iriawadi sedang menjalani tahanan rumah dari Kejaksaan Negeri Cibinong.
Dia juga menyebut, kriminalisasi aktivis buruh juga dialami Pujianto dan Doni yang ditahan aparat dengan tuduhan "provokasi dan perusakan" pada saat aksi tanggal 20 November 2012 ketika buruh menuntut kenaikan upah minimum di Jawa Timur. Meski kemudian pada akhirnya pada 29 November 2012, terang Said, penahanan mereka ditangguhkan karena tekanan para buruh.
(dikutip dari Gresnews/kki-wied)
Presiden KSPI dan Presidium MPB, Said Iqbal, mengatakan saat ini dua pimpinan buruh terancam mendekam di tahanan karena berjuang demi kesejahteraan anggotanya. Dua orang tersebut, katanya, adalah Edi Iriawadi Ketua SP Indocement yang juga Ketua Forum Buruh Bogor Bersatu (FB3), serta Pujianto Ketua FSPMI dan Koordinator MPBI Jawa Timur.
"Kasus yang dialami Edi Iriawadi adalah upaya pelemahan dan pemberangusan gerakan serikat pekerja di Indocement, di mana kasus ini berawal dari keberhasilan Edi Iriawadi memperjuangkan kenaikan upah sebesar 150% pada tahun 2011, yang biasanya hanya naik 8%," ungkapnya di Jakarta, Rabu (5/12).
Dia menambahkan, manajemen diduga membuat skenario konflik serikat pekerja dengan sekelompok preman, di mana pada tanggal 7 September 2012, sekelompok preman tersebut melakukan penyerangan ke sekretariat serikat pekerja yang berada di dalam area perusahaan.
Anehnya, kata Said, Manajemen Indocement terkesan membiarkan penyerangan itu. "Pada akhirnya karena merasa tidak aman, sebagian karyawan Indocement berkumpul dan menghadang penyerangan. Upaya perlawanan dari pihak karyawan atau anggota Serikat Pekerja Indocement dengan meninggalkan pekerjaan, dianggap sebagai "perbuatan tidak menyenangkan" yang dilaporkan ke Polda Jawa Barat," urainya sembari menambahkan, saat ini, Edi Iriawadi sedang menjalani tahanan rumah dari Kejaksaan Negeri Cibinong.
Dia juga menyebut, kriminalisasi aktivis buruh juga dialami Pujianto dan Doni yang ditahan aparat dengan tuduhan "provokasi dan perusakan" pada saat aksi tanggal 20 November 2012 ketika buruh menuntut kenaikan upah minimum di Jawa Timur. Meski kemudian pada akhirnya pada 29 November 2012, terang Said, penahanan mereka ditangguhkan karena tekanan para buruh.
(dikutip dari Gresnews/kki-wied)
Langganan:
Postingan (Atom)